Apindo Menolak RPMK, Dinilai Bisa Matikan Industri Tembakau
Para pelaku usaha sangat khawatir dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 dan aturan turunannya, Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK). Mereka merasa risau terhadap zonasi larangan penjualan dan iklan produk tembakau, kadar tar dan nikotin, serta kemasan rokok polos tanpa merek. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) telah mengeluarkan keluhan dari lebih dari 20 asosiasi lintas sektor, termasuk tenaga kerja, pabrikan, ritel, pertanian, dan industri kreatif.
Salah satu kritik utama yang disampaikan Apindo adalah kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek. Mereka khawatir kebijakan ini akan membuat produk tembakau lokal kehilangan daya saing dan membuka celah bagi peredaran rokok ilegal. Wakil Ketua Umum Apindo, Franky Sibarani, menegaskan bahwa kebijakan ini tidak hanya akan merugikan produsen, tetapi juga akan membahayakan ribuan pekerja di sektor tembakau.
Apindo juga menolak pembatasan kadar tar dan nikotin, karena mereka percaya bahwa penurunan batasan ini tidak akan efektif dalam mengurangi konsumsi rokok. Mereka khawatir kebijakan tersebut akan berdampak buruk pada industri secara keseluruhan, mulai dari petani tembakau hingga pekerja. Franky juga mengingatkan bahwa kebijakan ini dapat meningkatkan ketergantungan terhadap impor tembakau dan melemahkan produksi dalam negeri.
Selain itu, Apindo juga mengkritik kebijakan zonasi penjualan rokok dan rokok elektronik dalam radius 200 meter dari fasilitas pendidikan dan tempat bermain anak. Mereka merasa bahwa pembatasan ini akan menyulitkan para pedagang kecil yang sudah mematuhi regulasi usia pembelian. Mereka khawatir kebijakan tersebut akan merugikan usaha kecil yang bergantung pada produk tembakau.
Apindo mendesak agar proses penyusunan dan pelaksanaan PP 28/2024 maupun RPMK lebih transparan dan melibatkan pelaku usaha tembakau serta petani tembakau yang terdampak kebijakan tersebut. Mereka berharap agar kebijakan yang dihasilkan lebih bersahabat bagi pelaku usaha terkait. Apindo menekankan bahwa mereka tidak menolak regulasi, namun regulasi tersebut harus disusun dan diterapkan secara adil dan seimbang, mengingat kompleksitas industri hasil tembakau dan perkembangan ekonomi saat ini.
Dalam situasi ini, para pelaku usaha tembakau merasa sangat prihatin. Mereka berharap bahwa regulasi yang dibuat tidak akan menghancurkan industri tembakau dan sektor-sektor terkait. Mereka ingin bahwa kebijakan yang dihasilkan akan mendukung pertumbuhan industri tembakau secara berkelanjutan, sambil tetap memperhatikan kesehatan masyarakat.
Sebagai kesimpulan, Apindo menyoroti beberapa aspek dari PP 28/2024 dan RPMK yang dianggap merugikan bagi industri tembakau. Mereka berharap bahwa pemerintah akan mendengarkan keluhan mereka dan bekerja sama untuk mencapai solusi yang adil dan berkelanjutan bagi semua pihak yang terlibat. Semoga kebijakan yang diambil akan memberikan manfaat yang seimbang bagi kesehatan masyarakat dan keberlangsungan industri tembakau.